12- Am I fallin’?

Suasana di lounge makin ramai. Segala jenis manusia tumpah ruah di lantai lounge. Ada yang bergoyang mengikuti hentakan musik adan juga yang hanya menonton mereka. Keiko sempat menyapa beberapa langanan yang mengenalinya. Ia menarik nafas lega karena om-om mesum itu sudah tidak ada.

Saat ini, Keiko mencopot semua kostum dan wig yang dikenakannya untuk menyamar. Ia berjalan secepat mungkin melewati orang-orang di sekitarnya. Ia bingung, kenapa ruang geraknya makin sempit, ketika ia makin dekat dengan meja Fox-T.

Mungkin karena keributan tadi, jadi mungkin sekarang orang-orang itu sedang menyadari kehadiran Fox-T. Lalu mereka mulai mengerubuni cowok-cowok itu seperti biasa.

Jarak Keiko tinggal beberapa meter ketika ia melihat Mario sedang menuangkan tequila ke 20 gelas yang di susun di hadapan Micky dan Jack. Apalagi yang sedang mereka lakukan?

“Okay, Masing-masing harus menghabiskan 10 gelas. Yang lebih cepat, dia yang berhak membawa 1 botol Black Label 4L ini pulang.” seru BaeWon.

Keiko melihat BaeWon sedang memimpin kompetisi kecil yang biasa mereka gelar untuk meramaikan suasana. Reaksi penonton jadi makin heboh saat Jack dan Micky maju ke depan.

Keiko menebak, dua cowok itu yang akan maju bertarung. Para penonton yang ada di sekiar Keiko mulai berteriak-teriak mendukung pria pilihannya.

“Jack Jack Jack Jack.” seru orang-orang di satu sisi.

“Micky, micky, micky” dukung yang lain tidak mau kalah.

Keiko menyelinap diantara mereka dengan susah payah, sampai akhirnya berhasil sampai di sisi Max.

“MULAI…” teriak Baewon.

Jack dan Micky langsung meneguk gelas pertama, gelas kedua, gelas ketiga. Ditegak tanpa henti oleh Jack dan Micky. Perhatian sebagian besar penghuni lounge tertuju pada mereka. Kecepatan mereka hampir sama. tapi di gelas ke 7, Micky, tampak kewalahan. Dia sudah sulit untuk berdiri tegak. Ben sampai harus membantunya memegang gelas dan menuntun ke mulut Micky. Jack terus melaju, gelas ke sembilan.

Micky mulai oleng dan mengibas-ibaskan tangannya. Menyerah. Jack menegak gelas kesepuluh.

“JACKKKKKKKK….” teriak kerumunan orang. Alex menepuk-nepuk pundak Jack, dan member Fox-T bergiliran memberinya selamat. Selain Micky, yang sudah duduk setengah sadar di bangkunya. Alex memeluk Jack, lalu berganti Max. Ajck menyambutnya dengan senang.

“Ah, Keikoooo…” panggil Jack ketika melihatnya

“Selamat..” ucap Keiko mengikuti yang lain.

Tindakan berikutnya, membuat suasana makin rusuh. Jack mencium Keiko. Tepat di bibirnya. Bukan ciuman sekilas tapi ciuman yang cukup panas. Semua orang langsung menyoraki. Beberapa diantara mereka bahkan memotretnya. Max buru-buru menarik Keiko dari Jack. Sedangkan Ben menarik Jack ke tempat duduknya. Jack mulai menciumi Ben juga. Tapi Ben yang sudah biasa dengan kelakuan konyol Jack, segera menepisnya dan Jack jatuh ke sofa. Tidak berherti disana,  Jack memeluk Micky yang sudah tertidur dan menciuminya juga. Untung keburu ditahan oleh Alex dan Ben.

Orang-orang sibuk memotret mereka. Menelpon teman-temannya, melaporkan kejadan tadi. Otak Keiko mampet. Tidak bergerak dari tempatnya bediri.

Alex, Max dan managernya sibuk mengumpulkan handphone yang digunakan para tamu. Menghapus gambar-gambar tadi dengan paksa.

“Keiko?” panggil baeWon.

“Hm?” sahut Keiko yang masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.

“Mendingan kamu masuk dulu ke mobil oppa. Sebentar oppa susul.”

Keiko melihat Jack lagi sebelum berjalan keluar dari lounge. Jack sedang berusaha mencium Micky lagi. Berarti, dia memang cowok seperti itu. Ciumannya dengan Keiko tidak berarti apa-apa.

Tiba di atas, mobil mini copper merah milik BaeWon dengan mudah dikenalinya. Keiko masuk dan duduk di samping kemudi.

Sudah berapa lama dia tidak pernah naik mobil ini. Mungkin sejak Yuri onni berpacaran dengan oppa, berarti hampir 2 tahun. Sudah lama juga yah. Padahal dulu dia selalu naik turun mobil ini.

BaeWon muncul tak sampai 10 menit kemudian.

“Apa itu tadi? Kenapa cowok itu bisa sampai menciummu?” tanya BaeWon membabi buta.

Keiko tidak menjawab.

Sakit. Dia pasti sakit. Kalau tidak, ga mungkin sekarang dia begitu senang, padahal tadi, saat di dalam rasanya Keiko sudah ingin mati.

“Bae-by.” panggil Bae Won oppa. Keiko masih tak bergeming, dia memerlukan sedikit waktu untuk menata ulang perasaannya. Dia sudah tidak boleh memandang BaeWon seperti ini.

“Entahlah.”

“Cowok tadi, dia pacar kamu?” tanya Bae Won oppa. Pertanyaan itu meluncur begitu saja.

“Cowok yang mana, oppa?” tanya Keiko sinis.

“Maaf.” BaeWon tidak melanjutkan pertanyaannya. Selain karena merasa tidak enak, bertanya menganai hal yang terlalu pribadi. BaeWon tidak siap mendengar kalau baeby-nya sudah punya kekasih. Dia meremas gagang kemudinya kesal.

“Maaf kenapa oppa?

“Tidak, tidak apa.” Bae Won melemparkan senyum kaku.

“Ada apa oppa? Ayolah, sejak kapan oppa main rahasia-rahasian denganku. Apa sekarang hubungan kita serusak itu?” desak Keiko.

“Apa yang harus oppa katakan pada onni-mu, mengenai hari ini?” hindar BaeWon.

Kalau sampai saat ini dia berhasil menahan perasaannya pada anak ini, maka tidak ada alasan untuk merubahnya hanya karena kemunculan cowok-cowok bau kencur tadi. BaeWon dapat menebak dengan jelas, siapa saja yang tertarik dengan Keiko. Max, cowok yang bersama Keiko di ruang staff. Dan cowok yang mencium Keiko tadi.

“Jangan kasihtahu dong, Oppa tahu sendirikan  onni itu bawel sekali. Nanti dia bisa histeris dan ribut-ribut ingin menyuruhku berhenti.”

“Memang seharusnya kamu berhenti bekerja di sana, Bae-by.”

“Ga mau. Yang tadi bukan masalah besar. I’ve been through worst.”

Perasaan ini lagi. Kenapa setiap kali Keiko mengungkit kejadian itu, BaeWon selalu merasa ditikam-tikam.

“Bae-by, kamu berhenti yah. Aku ga mau harus terus mengkhawatirkanmu.”

“Memang ga seharusnya oppa mengkhawatirkan aku. Aku sudah besar. Bisa jaga diri.”

“Maksud kamu, seperti tadi? Membiarkan cowok ga dikenal mencium kamu?”

Keiko terdiam, tak sanggup menyangkal kenyataan tersebut.

Bae Won menghela nafas panjang. Dia menarik tangan Keiko dan mengenggamnya kencang. Menyampaikan seluruh perasaannya. Rasa gundah, sayang dan ketidak berdayaannya.

“Bae-by, kalau kamu memang sayang sama onni dan oppa, kamu berhenti yah. Aku ga bisa terus menerus menjagamu seperti dulu, Bae-by. Aku ga pernah bisa tenang setiap kali mendengar kamu masuk kerja. Bayangan buruk selalu menghantui.”

“Kecelakaan bisa terjadi kapan saja oppa.” ucap Keiko dingin dan melepaskan genggaman tangannya. Tapi BaeWon menari tangannya kembali. Membuat Keiko jatuh ke pelukannya.

“Betul, tapi tidak dengan kamu mengumpankan dirimu sendiri. Kamu tidak tahu betapa menariknya kamu di sana. Setiap malam, aku harus mendengarkan pikiran kotor yang dilanturkan cowok-cowok mabuk mengenai dirimu. Coba, Bae-by, katakan pada oppa, apa yang harus oppa lakukan supaya kamu mau berhenti bekerja di sana.”

“Katakan oppa, do you love me?”

“Tentu saja. Kamu adik iparku kan?”

“Tidak ada kakak ipar yang memanggil adik iparnya dengan baby. Sedang istrinya hanya dipanggil dengan namanya.”

BaeWon melepaskan pelukannya. Menatap dalam mata perempuan di hadapannya. Apa dia tahu?

“Kamu mau, aku berhenti memanggilmu bae-by?”

“Terserah. Itu hak oppa.”

“Benar, kamu mau aku berhenti memanggilmu baeby?” tanya BaeWon lagi. Apa sekarang dia harus menghapus semua perasaannya pada cewek ini? Sekarang?

“Kalau, aku bilang, janga. Apa oppa mau meningggalkan onni?”

BaeWon tertegun sesaat lalu dia tertawa.

“Bisa saja kamu. Kalau gitu, bilang sama pacar kamu, selamanya kamu adalah Baebyku. Jangan sampai dia cemburu.”

Keiko mendengus mendengar jawaban BaeWon. Mudah sekali untuknya menghindar dari pertanyaan Keiko. Tadinya, dia pikir, dia bisa mengetahui bagaimana perasaan baeWon padanya. Sayang sekali, lagi-lagi Keiko harus menangung rasa kecewa. Cowok ini terlalu pandai mengalihkan pembicaraan.

“Aku turun di sini aja, mau beli susu dulu.”

BaeWon menghentikan mobilnya persis di depan mini market.

“Jangan keluyuran lagi. Sampai di rumah, telpon oppa.

“Iyah. OPPA. Salam juga untuk onni.

BaeWon hanya tersenyum mendengar sindiran Keiko. Ia tidak peduli dengan semua sindiran Keiko. Karena ia memang pantas untuk diperlakukan demikian olehnya. Ia lebih memilih untuk mempertahankan posisinya di hati Keiko walaupun itu berarti menjadi orang yang dibencinya.

Keiko baru membalikan badannya saat mobil BaeWon sudah tak terlihat lagi. Dia menyesali perkataannya tadi. Kenapa dia harus menyudutkan BaeWon seperti itu.

“Kei.” panggil cowok yang sedang bersandar di depan mobil Range Rover hitam.

Keiko mengengok ke arah suara. Ternyata Max. Dia berjalan menghampiri Keiko.

“Mau beli ini?” Max mengeluarkan sebotol susu coklat dari kantongnya..

“Tau dari mana?” tanya Keiko heran. Cowok ini kan baru sekali melihat dia minum susu. Bagaimana mungkin dia bisa ingat rasa apa yang Keiko suka dan merk apa yang bisa dibelinya.

Keiko mengambil susu yang disodorkan dan meminumnya dalam sekali tegak.

“Mau nambah?” Max mengangkat kantong tentengannya.

Susu dari mulut Keiko tersembur keluar semua.Tawanya meledak saat itu juga. Semburan Keiko berhasil membuat corak baru di parka Max.

Bukannya marah, Max malah ikut tertawa. Ga apa deh, bajunya kotor, yang penting tawa Keiko kembali mengembang.

“Sorry…” ucap Keiko lalu mengunakan lengan bajunya untuk mengelap “hasil karyanya” di parka Max.

“Ini ga akan hilang. Keiko-ssi. Lo harus bawa gw ke rumah elo, dan pinjemin gw baju ganti.” todong Max.

“Eh, ga bisa. Rumah elo kan deket dari sini. Pulang ke rumah elo sendiri.” elak Keiko Dia langsung berlari menyebrang untuk menghidar dari tangkapan Max. Sebuah mobil yang melintas dengan cepat. Nyaris menabrak Keiko, kalau Max tidak menarik Keiko keluar dari jalan raya.

Keiko ada dalam pelukan Max.

TIIIIIIIIIIINNNNNNNNNNN……….

Bunyi klakson mobil.

“Cari mati yah!” bentak sang supir, lalu pergi meninggalkan mereka.

Max mengoncangkan badan Keiko keras dengan amarahnya.

“Kei, lo bener-bener bosan hidup yah? Lo tau berapa kali hari ini jantung gw hampir berhenti gara-gara elo!”

Keiko menatapnya terkejut, hanya satu kata yang berhasil keluar dari mulutnya.

“Maaf.”

“Lo…” Max berhenti. Jangan pernah jauh dari gw. Biar gw yang lindungin elo mulai dari sekarang.

“Max…?” Keiko bingung karena Max tidak melanjutkan ucapannya. Apa kepala Max terbentur sesuatu saat menolongnya tadi? Keiko berusaha mencari

“Nah sebagai balas budi udah nyelametin elo, lo harus ajak gw ke rumah elo. Gw ga suka bau susu.” Max kembali ke dirinya lagi.

“Tunggu dulu di sini.” Perintah Keiko, saat mereka tiba di depan pintu rumahnya. Dia harus memastikan kalau tidak ada orang di ruang tamu. Karena dia tidak tahu harus beralasan apa dengan sahabatnya nanti, dengan membawa seorang MAX bertamu ke rumahnya.

Lampu masih gelap saat Keiko membuka pintu rumahnya. Yunna belum pulang. Aneh,  biasanya sahabatnya itu selalu menyambutnya sambil nonton TV.

Keiko mengecek, papan tulis di depan kulkas. Mereka selalu mancatat hari-hari penting di sana. Keiko membaca jadwal Yunna sekilas, ada pesta dengan orang kantornya. Berarti cukup aman untuk membawa Max masuk.

“Masuk deh.” undang Keiko,

“Rumah lo, enak juga.” puji Max. biarpun tempat ini jauh lebih kecil dari apartment mereka, tapi Max merasa kerasaan. Sentuhan warna pastel dan kembang di sana sini membuat rumah Keiko lebih terkesan homey dibanding rumahnya yang diisi 5 cowok dan perabotan maskulin lainnya.

“Tunggu di sini. Inget, elo cuma ke sini untuk ganti baju. Jadi jangan berpikir yang macam-macam.”

Keiko merasa perlu memperingatkan cowok ini agar dia tidak berpikir Keiko memberinya harapan. Max harus tahu, kalau Keiko sama sekali tidak ingin disangkut pautkan dengan dirinya ataupun laki-laki lain. Dia tidak berencana untuk merubah pemilik hatinya.

Keiko masuk ke dalam kamarnya dan meninggalkan Max sendiri di ruang tamu.

Kata-kata Keiko hanya dianggap angin lalu. Karena Max sudah memikirkan beberapa rencana kalau dia berhasil masuk ke dalam rumah Keiko. Pertama, berkenalan dengan orang rumahnya. Kedua, mengetahui hubungan Keiko dengan BaeWon dan ketiga, tentu saja untuk mengenal Keiko lebih dalam.

Foto-foto yang tertempel di tembok dan dipajang di atas piano menjadi tujuan pertama Max. Tanpa sungkan dia memelototi foto tersebut satu-satu. Ada banyak foto Keiko dengan cewek berambut panjang dan cowok yang mirip BaeWon. Mungkin itu saat dia masih muda.

Max tersenyum melihat foto masa SMA Keiko, dengan rambut panjang dikuncir dua begitu. Keiko betul-betul terlihat seperti murid pintar dan teladan. Kenapa dipotong yah, padahal rambutnya panjang begitu jauh lebih cantik.

“Kei, ini lo lagi dimana?” teriak Max. Dia penasaran dengan foto Keiko yang sedang dirangkul oleh BaeWon.

“Dimana apa?” jawab Keiko yang masih ada di dalam kamar. Dia masih belum berhasil menemukan kaos yang cukup besar untuk Max.

“Itu, yang elo lagi dipeluk sama BaeWon.”

“Yang mana?”

“Elo lagi pake hanbok.”

“Oh, pas wisuda SMA.”

“Kalau yang pas elo pake dress kembang-kembang?”

“Itu di “..” pas gw ultah ke-21.”

“Kok elo sering sama BaeWon sih.”

“Dia kan kakaknya Yunna. Cewek yang ini.” unjuk Keiko pada cewek yang selalu ada di foto Keiko dan BaeWon.

Setelah membongkar seleruh lemarinya, Keiko berhasil menemukan kaos lama BaeWon. Mungkin itu tertinggal karena dulu BaeWon sering menginap. Saat Keiko masih dalam masa rehabilitisi dulu.

Max mencopot parka dan kaosnya. Mempertontonan tubuhnya yang atletis.

Keiko tidak bisa menolak pemandangan indah dihadapannya. Mukanya bersemu merah karena teringat betapa hangatnya pelukan Max tadi.

“Kenapa? Jatuh cinta sama gw yah?”

“Norak. Apa bagusnya body kotak-kotak begitu.”

“Hangatkan untuk meluk?”

Muka Keiko makin merah. Dia pasti sengaja meledeknya.

“Betulkan?”

Max selesai memakai bajunya. Kaos membungkus ketat tubuh Max.

Memangnya Max semenarik ini yah? Dada Keiko berdebar-debar tanpa sebab saat Max menundukan tubuhnya sedikit untuk mengambil foto yang ada di belakang Keiko.

“Yang pake baju India siapa?”

“Gw, pas SMA dulu. Festival sekolah.”

“Emang elo jadi apa? Maid lagi?”

“Ga, itu costume gw pas main drama. Romeo and Juliet versi India.”

“Rambut elo bagusan panjang. Kenapa dipotong?”

“Bosen.”

Keiko teringat kalau dia belum mencarikan jaket untuk Max. Cuaca diluar terlalu dingin. Keiko merasa tidak enak kalau Max harus keluar dengan sehelai kaos saja. Jadi Keiko kembali masuk ke kamarnya. Pintu lemari baju dibukanya lebar-lebar. Tujuannya ada di tumpukan kardus yang terletak di atas.

Dia bangku kecil untuk dijadikan pijakan untuk memanjat. Kalau tidak salah ada di dalam kardus biru.

“Lo nyari apaan sih?” tanya Max, yang sekarang berdiri di depan pintu Yunna. Keiko tidak menjawab, karena dia berhasil menemukan kardus yang dicarinya. Keiko menarik kardus itu sekuat tenaga. Posisinya memang agak terjepit oleh kardus besar lainnya. Keiko kehilangan keseimbangannya saat berhasil menarik kardus itu keluar.

DUUUG BRAKKKK.

Kardus yang ditariknya jatuh dengan suara kencang, isinya berterbangan ke lantai.

Matilah, ia pasti kena geger otak karena jatuh dengan kepala terlebih dulu. Mungkin juga sekarang ia sudah ada di surga. Jatuhnya sama sekali tidak terasa sakit. Malah rasanya empuk dan hangat. Kenapa lantai kamarnya menjadi empuk?

Keiko membuka matanya takut-takut. Tubuh Keiko persis ada di atas Max. Cowok itu menangkapnya dengan sigap sebelum Keiko jatuh menyentuh lantai.

“Sorry.” Keiko memberinya senyuman paling manis yang bisa dia buat.

Entah ada apa dengannya hari ini. Tadi dicium paksa, nyaris tertabrak mobil dan sekarang, jatuh dari kursi. Biasanya dia tidak pernah seceroboh dan seringkih ini.

“Sakit ga?” tanya Keiko khawatir.

Dia menghirup dalam-dalam wangi tubuh cewek yang saat ini sedang didekapnya. Memenuhi seluruh ruang di paru-parunya. Membiarkan dirinya terbuai sejenak.

Ini bukan pertama kalinya Max memeluk seorang perempuan. Tapi ini pertama kalinya Max merasakan dorongan yang begitu kuat untuk bercinta. Dia ingin memiliki Keiko saat itu juga.

Max mengelus pipi Keiko. Kulit Keiko begitu halus dan lembut. Max menatapnya lekat, lalu berkata, “Tolong bangun Kei, sebelum yang ‘lain’ ikut bangun.”

Keiko mengangkat alisnya bingung. Yang lain? Memangnya ada siapa lagi di rumah ini selain kita berdua?

Tiba-tiba Keiko bisa merasakan ada yang benda keras di antara selangkangannya dan selangkangan Max. Apa itu, kenapa bisa ada tongka…

Oh, shoot. jangan bilang itu… Keiko buru-buru bangun dan menjauh dari Max begitu sadar kalau yang menegang tadi adalah “tongkat” Max.

“Dasar mesum!.”

“Jangan salahin ‘adek’ gw. Itu artinya gw masih normal. Masih doyan perempuan.”

Max menarik nafas lega. Untung dia berhasil menahan dirinya. Max mengurut pergelangan kanannya. Agak sakit, mungkin karena tadi dia menahan tubuhnya dengan tangan itu saat jatuh tadi.

Keiko menarik tangan Max yang sakit, dan ikut mengurutnya.

“Sakit yah?” tanya Keiko khawatir.

Coba, bagaimana mungkin dia tidak jatuh cinta pada perempuan ini. Max senang karena Keiko memperhatikannya.

“Sakit. Makanya cium dong. Biar sembuh.” goda Max. Dia terpaksa melakukan itu, agar Keiko menjauh darinya. Sebelum hasrat mengusainya dan bertindak terlalu jauh.

Keiko cembetut mendengar ucapan Max. Diperhatiin mala belagu. Keiko menahan rasa kesalnya, bagaimana menyebalkannya cowok janggung ini, dia sudah menyelamatkan Keiko berkali-kali.

“Ini, coba pake. Kalau udah, elo pulang. Udah malem.”

Keiko melempar  jaket yang tergeletak di sampingnya.

“Iyah, non. Ga usah galak-galak gitu kali.”

Max mengenakan hoddie tersebut. Lumayan, ukurannya lebih besar dari kaos tadi. tapi tetap rada kekecilan.

“Sekarang, pulang yah. Ntar keburu Yunna pulang.”

“Iyah. Ini juga lagi mau berdiri.”

Mereka sudah berdiri di depan pintu keluar, ketika tiba-tiba ada suara bel ditekan. Keiko langsung mendorong Max masuk kembali ke kamarnya berikut sepatu Max yang masih belum selesai dipakai.

“Hahahaha, gw nge-bell rumah gw sen-di-hek ri.” ucap Yunna terbata-bata.

“Kamu memang konyol.” ucap cowok yang membantu memapah Yunna masuk.

Kelihatannya Yunna cukup teler.

“Siapa cowok itu?” tanya Max sambil berbisik.

“Ga tahu, gw ga kenal.” sahut Keiko. Wajah cowok itu tertutup topi yang ia gunakan dan ia tidak pernah mendengar Yunna dekat dengan cowok manapun belakangan ini.

Keiko membungkukkan sedikit badannya agar bisa merapat dengan pintu, sedangkan Max persis berada di belakangnya. Kepala mereka sedikit menyembul dari pintu kamar, agar bisa melihat lebih jelas.

Cowok itu membantu melepaskan sepatu Yunna yang sudah duduk di sofa. Cowok itu membukakan stocking yang sedang dikenakan Yunna. Lalu ia duduk di hadapan Yunna dengan kaki Yunna di atas pangkuannya. Keiko merasa mukanya panas, jantungnya berdebar-debar, membayangkan apa yang akan terjadi.

Tiba-tiba seluruh keberadaan Max membuat Keiko tidak nyaman. Lengan kokoh Max yang mengelilinginya, hembusan nafas Max di atas kepalanya, aroma tubuhnya yang tiba-tiba jadi begitu sexy mengoda. Aliran darah Keiko mengalir lebih cepat, memaksa jantungnya untuk memompa lebih kuat, mendorong otaknya untuk melakukan sesuatu. Kabur dari Max sebelum mereka menyaksikan pemandangan masyuk.

Jadi yang pertama-tama dilakukan oleh Keiko adalah, memutar tubuhnya. Matanya menatap dada Max yang terbungkus ketat. Ia mendongkak sedikit untuk melihat Max. Cowok ini terlalu serius menatap adegan di depannya, sehingga tidak menyadari Keiko sedang memperhatikannya.

“Max…” panggil Keiko dengan suara sekecil mungkin. Ia menyentuh sedikit dada Max, untuk menarik pehatian cowok itu. Tapi hal itu malah membuat Keiko

Max menduduk dan menatap Keiko yang sedang mendongkak. Jarak diantara mereka hanya tinggal centi. Harum tubuh Keiko memenuhi setiap inderanya, memabukan dan menyeretnya ke dalam gelombang hasrat yang sudah lama ia lupakan.

Kepala Max menunduk, memperpendek jarak antara bibirnya dengan bibir Keiko. Siap menciumnya.

Keiko memejamkan matanya rapat-rapat begitu ia melihat Max menunduk dan memperkecil jarak diantara mereka. Menduga kalau Max akan menciumnya.

Max menatap bibir Keiko, ia benar-benar akan melancarkan serangannya kalau saja ia tidak menyadari tubuh Keiko sedikit bergetar karena takut. Ia mengalihkan bibirnya ke tenlinga Keiko dan berbisik, “BOO…”

Keiko mendorong Max kencang. Membuat Max terjengkang ke belakang.

“Augh.”Max mengaduh kesakitan. Lagi-lagi dia menahan tubuhnya dengan tangan kanannya yang sakit. Max mengurut lengannya itu.

Keiko yang tadinya ingin marah, mengurungkan niatnya. Dihampirinya Max dan mengecek tangannya.

“Auouh.” erang Max kesakitan. Keiko menggenggam tangan tepat dibagian yang sakit.

Max buru-buru menarik kembali tangannya.

Keiko menghembuskan nafas kesal. Kenapa dia ga bisa marah sama cowok ini. Keiko membuka laci obatnya dan mengeluarkan obat gosok. Lalu meminta tangan Max lagi. Max menyerahkan tangannya pasrah untuk diurut oleh Keiko.

“Pelan-pelan Kei. Sakit.” pesan Max.

Keiko menyeringai, “Syukurin, siapa suruh genit.”

Max tersenyum. Biarpun mulut Keiko terus berkata kasar padanya tapi dia tidak berhenti mengurut tangan Max. Keiko duduk menghadapnya di sisi kanan Max.

Dari dekat begini, Max baru sadar kalau pupil mata Keiko berwarna coklat madu. Alisnya melengkung sempurna dan bulu matanya panjang serta lentik. Hidungnya juga mancung. Ada tahi lalat kecil di dekat telinga kanannya. Tapi yang paling mengoda, bibirnya yang sedang cembetut seperti sekarang.

Apa dia masih marah, karena ia mengodanya tadi?

“Elo masih marah?”

Keiko tidak menjawab, ia tidak bisa memberitahu Max kalau ia tidak marah. Malah sesaat tadi itu, ia sedikit mengharapkan Max untuk menciumnya. Jadi ia hanya mengelengkan kepala sambil terus memijit lengan Max.

Mereka terdiam kembali. Suasana di ruangan itu berubah kaku.

“Max, jadwal lo orang lagi padat ga?” tanya Keiko memecahkan keheningan.

“Kayaknya engga, kenapa?”

“Clip yang kemarin sudah disetujui. Tapi sekarang TV-B meminta kalian untuk membintanginya sekalian. Bagaimana?”

Max bukan orang yang tepat untuk menjawab masalah ini. Jadi ia hanya menjawab, “Coba aku tanyain ke Alex-hyung dulu. Seharusnya sih bisa. Cuma film kan?”

“Mungkin bisa jadi drama. Masih belum pasti. Naskah dari Doc belum kelar.”

Lalu mereka terdiam lagi.

Keiko menempelkan kembali telinganya ke pintu, Yunna masih di luar, berbincang-bincang dengan tamunya.

“Max, kayaknya elo harus nginep.” ucap Keiko datar. “Elo tidur di lantai ga apa kan?”

“Ga masalah. Tolong oper selimut dan bantal.” pinta Max.

Keiko bangun dari posisi duduknya pindah ke atas kasur. Melempar selimut dan bantal untuk Max. Max langsung menebar selimut dan berbaring di atasnya.

Keiko juga menirunya. Ia baru akan memejamkan mata ketika Max kembali memanggilnya.

“Kei.”

“Hmm?” sahut Keiko lelah.

“Boleh gw ngejer elo?” Max memiringkan badannya agar ia bisa melihat Keiko yang sedang berbaring.

Jantung Keiko berhenti sejenak.

“Gw…, ada cowok lain yang udah lama gw suka.” elak Keiko. Lalu memutar badannya, memunggungi Max.

“Gw tahu. BaeWon hyung kan?” Max mengucapkannya dengan datar. Sama sekali tidak terlihat kalau ia mempermasalahkannya

Keiko terkejut. Bagaimana Max bisa menebaknya.

“Kenapa elo bisa naksir sama suami kakak elo sendiri?” tanya Max lagi, masih dengan nada yang sama. Ia tidak mau Keiko ketakutan dan menghindar.

“Waktu pertama kenal sama dia, dia bukan milik siapa-siapa.”

“Kalau begitu dulu kalian pacaran?”

“Engga. Kami ga pernah pacaran.”

“Jadi kalian terlibat cinta terlarang?” pancing Max lagi.

“Jangan sembarang Max. Dia laki-laki terhormat! Gw ga terima kalau ada orang yang berbicara seperti itu mengenai dia!” bentak Keiko kesal.

“Kalau begitu, tolong jelasin, kenapa dia meluk elo tadi?! kenapa dia manggil elo dengan ‘baby’?! Kenapa dia memandang elo seakan-akan elo milik dia?!” ucap Max dalam satu tarikan nafas. Emosi sudah menyelimuti dirinya.

“Sudahlah, itu cuma masa lalu.” elak Keiko. Airmatanya sudah menumpuk siap menerjang keluar.

“Yang gw lihat tadi ga kelihatan kayak masa lalu.”  “Kenapa lo ga bilang sama nunna kalau elo juga naksir dia?”

“Ga mungkin bisa kan, kalau kakak elo bilang dia sedang berpacaran dengan orang yang elo suka sambil berseri-seri.” ucap Keiko getir.

Keiko menghela nafas, menyerah dan mulai menceritakan semua. Bagaimana hari itu kakaknya memperkenalkan BaeWon sebagai pacarnya. Berkata kalau mereka akan menikah, dan ia sudah mengandung anak BaeWon.

“Emangnya dia ga tahu siapa BaeWon?” komentar Max, seusai Keiko bercerita. Ia masih tidak mengerti bagaimana mungkin dua saudara itu bisa jatuh cinta pada orang yang sama.

“Gak. Gw ga pernah kasih tahu dia kalau kakak Yunna itu BaeWon. Onni sendiri juga ga pernah menyebut nama pacarnya.” Keiko tersenyum sinis. Betul-betul bodoh sekali kalau mengingat hal ini.

“Jadi kakak lo ga pernah tahu, kalau suaminya itu… ” Max tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Ia tidak habis pikir, kenapa bisa terjadi hal yang serumit itu.

“Sudah cukup cerita tentang gw. Gantian elo. Gw yakin elo ga pernah kekurangan cewek. Tapi pasti ada kan, satu aja, perempuan yang lo sayang sampai rela ngorbanin nyawa elo.” Keiko berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Ada, mama gw.”

“Selain mama, Max.” erang Keiko kesal, karena Max menganggapinya dengan bercanda.

“Belum, belum ada. Lagipula, menurut gw, mengorbankan nyawa untuk perempuan cuma ada di film-film.” jawab Max datar. Dia tidak berbohong mengenai ini. Sebab walau dulu dia serius dengan Lena dan sampai meminangnya, tetep saja dia memakai akal sehat.

“Berarti elo belum pernah ngerasain cinta sejati, Max. Kalau elo sudah menemukannya, gw yakin, elo bakal mengerti sedikit perasaan gw.”

“Ok, boss. Ntar kalo uda nemu, gw kenalin. Udah tidur gih.” perintah Max.

Keiko memejamkan matanya dan tertidur pulas.

Published by @peachisgrey

I love read n write I love Korean and Japanese Some Chinese will always attract me And I mean everything Culture, people, music, places and even their language

One thought on “12- Am I fallin’?

Leave a comment