M to Z – Tie 10

Max memarkirkan mobilnya dan kembali mengendong Zee turun dari mobilnya. Ia tidak bisa mempercayai cewek itu tidak melakukan hal bodoh seperti tergesa-gesa menaiki tangga. Karena ia tahu Zee masih sebal padanya. Sepertinya kondisi kaki Zee semakin parah. Ia bisa merasakan suhu tubuh Zee kembali tinggi. Apa Zee demam lagi? Mungkin ia harus memanggil dokter dan mengecek keadaan Zee.

Ia menghentikan langkahnya dan mematung ketika dilihatnya sebuah mobil Mercedez Benz terpakir di dekat lobby apartment. Mobil Brian.

“Pacarmu datang.” gugam Max sedatar mungkin. Ia tidak ingin Zee tahu ia merasa terganggu dengan kedatangan Brian. Walau setengah hatinya juga lega karena sekarang ada orang lain yang bisa menjaga Zee.

 

Brian turun dari mobil, setelah tersenyum memberi salam pada Max. Ia segera mengambil Zee yang sudah berdiri sendiri walau masih menopang pada lengan Max.

“Kamu tidak apa-apa? Ada yang sakit?” tanya Brian yang menyadari tubuh Zee terlalu panas dari suhu normal manusia biasa.

Max tidak menunggu Zee menjawab. Ia menjelaskan kondisi cewek itu dengan cepat termasuk penolakan Zee untuk dirawat di rumah sakit dan cowok itu mengangguk penuh pengertian. Lalu tanpa permisi, Brian membopong Zee.

Zee tidak memekik seperti kelakuan cewek itu jika dibopong oleh Max, alih-alih dengan tenang cewek itu melingkarkan tangannya ke leher Brian. Max tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Brian pada cewek itu. Ia sedang bingung mengartikan tatapan Zee padanya.

Max memaksakan diri untuk tersenyum, lalu melambai seceria mungkin pada Zee. Tapi Zee lagi-lagi hanya membisu menatap Max dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Max.

Max memang wajah kenyol dan meyakinkan Zee bahwa semua baik-baik. Mengerakan bibirnya tanpa bersuar, “Jaga diri baik-baik, Z.”

Ia tidak bisa melihat jawaban Zee karena cewek itu keburu masuk ke dalam lobby apartment.

Max jongkok di samping tangga, mengusak-usak rambutnya, kemudian tersenyum getir. Bukankah ia sudah memutuskan untuk menyerahkan Zee pada Brian. Tapi kenapa hatinya merasa sakit? Kenapa ia ingin berteriak dan membawa Zee kembali?

Ini semakin konyol, gerutu Max pada dirinya sendiri. Ia menatap apartment sebelum naik kembali ke mobilnya. Lalu berbisik, “Jaga dirimu Zee….. Bye bye….”

Di atas sana, Brian membalut luka Zee, merawat cewek itu dengan selembut mungkin. Sepertinya luka Zee cukup serius karena setiap sentuhannya membuat Zee memekik dan mengaduh.

 

“Masih ada yang sakit?” tanya Brian melihat Zee menyerengit.

Zee mengeleng lalu berusaha berdiri. Tapi kakinya terasa lemas dan ia kembali terjatuh.

Brian mengangkap dengan sigap, membuat tubuh mereka saling bertaut. Ia membantu Zee agak berdiri lebih tegak.

“Maaf…” gugam Zee dengan muka memerah. Heran, jika dengan Max ia tidak akan sekikuk ini. Ia jadi bingung.

Brian membantunya berbaring kembali ke atas kasur. Menyuapi obat untuknya dan menemani Zee sebentar. Tidak dengan berbicara atau bercanda seperti yang Max lakukan. Brian hanya duduk di sana, sesekali memijat kaki Zee atau sekedar berbasa-basi tentang kegiatan masing-masing selama beberapa hari tidak bertemu.

“Jadi kamu terkilir saat di parkiran?” tanya Brian sedikit merasa bersalah.

“Yah tidak tahu juga, tapi sepertinya semakin bengkak malam itu.” ujar Zee menutupi alasan sesungguhnya. Karena ia masih tidak ingin Brian mengetahui ia belajar mengendari sepeda dan terjatuh. “Ngomong-ngomong, aku belum berterima kasih kamu sudah menolong aku hari itu.”

“Hem??”

“Itu menyelamatkan aku dari cewek monster berambur pirang.”

“Ah, masalah kecil.” jawab Brian sambil tersenyum, ia sendiri menikmati aksi penyelamatan tersebut. “Ngomong-ngomong, kita jadi tidak bisa pergi bersepeda dong besok?”

“Maaf….”

“Tidak perlu. Kita bisa mengantinya dengan makan malam atau hal lain yang tidak akan melibatkan kakimu itu.”

Mereka kembali terdiam. Kehabisan bahan pembicaraan? Canggung? Zee tidak tahu, ia hanya merasa seandainya Max yang ada di sini, mereka pasti sudah meributkan hal-hal kecil dan ia lebih suka seperti itu daripada diam-diam seperti ini.

“Aku pulang deh. Kamu istirahat yah. Kalau perlu sesuatu, telepon aku. Aku akan langsung datang.”

 

Zee tersenyum mendengarnya. Ia tidak mengantar Brian turun, cowok itu melarangnya.

Niat Zee, ia ingin tidur, beristirahat. Tapi pikirannya tidak bisa tenang. Ia terus menerus memikirkan tatapan Max padanya tadi. Rasanya cowok itu ingin menyampaikan sesuatu padanya. Tapi apa?

Berjam-jam, Zee bolak-balik di atas kasurnya. Ia benar-benar tidak bisa tidur. Lebih karena bantal dan gulingnya tidak ada di sana sih.

Lucu juga Brian sama sekali tidak menyadarinya tadi. Berbeda dengan Max yang pasti akan langsung menyadari perubahan di apartmentnya.

Cape berpikir seorang diri, Zee memutuskan untuk mencari Max. Diketuknya pintu apartment Max. Tapi tidak ada yang menjawab.

Masih belum menyerah, ia menghubungi handphone Max juga. jJawaban operator yang didengarnya. Ia menatap pintu itu dan memutuskan untuk menunggu tetangganya di dalam rumah saja.

Max tidak mungkin tidak pulangkan? Ia mencoba mengingat apa yang dikatakan Max padanya tadi. Mengulang gerakan bibir Max beberapa kali. Apa cowok itu tadi menyuruhnya untuk menjaga diri baik-baik? Kenapa?

Perasaan merinding dan takut dalam sekejap menguasai Zee. Apa cowok itu berencana meninggalkannya? Sekarang? Dengan keadaan kakinya yang seperti ini?

Kembali panik, Zee keluar dan mengedor pintu apartment Max. Memencet bel berulang-ulang kali.

“Max….. Kamu dimana?” isak Zee tidak tahan menahan air matanya. Ia bersandar di depan pintu Max. Kakinya mulai terasa sakit kembali dan ia meraung semakin kencang.

Rasanya ia seperti anak ayam kehilangan induknya. Selama ini, Max sudah seperti pelindungnya, seperti nenek, menjaganya dan menemaninya.

Ia tidak bisa menunggu terus di luar sana, para tetangganya pasti akan bingung melihatnya. Jadi Zee memutuskan untuk menunggu di ruang tengahnya. Setidaknya dari dalam sana ia bisa mendengar lebih jelas suara dari luar. Ia kerap membuka pintu ketika mendengar suara pintu dibuka. Setiap kali itu juga ia kecewa karena bukan Max yang pulang.

Ia menunggu dan menunggu sampai akhirnya tertidur di ruang tengah.

 

Published by @peachisgrey

I love read n write I love Korean and Japanese Some Chinese will always attract me And I mean everything Culture, people, music, places and even their language

One thought on “M to Z – Tie 10

Leave a comment