Damn, I love you – chapter 31

Di sebuah gedung perkantoran di daerah Yeoui Dong yang biasanya tenteram, mendadak dikerumuni oleh ratusan anak muda. Sampai pihak keamanan harus menarik garis batas aman demi menjaga ketertiban.

Para pegawai yang berkerja di Hannara sampai ketakutan ketika melintasi pintu masuk gedung mereka. Kalau-kalau ada demonstrasi terjadi. Padahal dari segi pakaian dan penampilan anak-anak muda tersebut terlihat jelas kalau mereka itu sedang tepesona melihat tiga artis idola mereka yang sedang mendaftarkan dukungan mereka.

Kim Moo sung, alias Papa Yunna yang bertindak sebagai kepala assembly dipanggil untuk mengatasi keributan tersebut.

“Sebetulnya ada apa? Kenapa menyuruh saya datang di hari Minggu?” teriak Kim Moo Sung kesal, dia baru saja menikmati sam gae tang buatan istrinya saat ditelepon oleh sekertarisnya. Masalah mendesak apa yang mengharuskannya untuk datang.

Papa Yunna menyerengit melihat kerumunan masa di depan pintu gedung kantornya. Ada apa ini? Kenapa ada demonstrasi di depan kantornya?

Dibutuhkan 5 petugas keamanan untuk membantu Papa Yunna melewati kerumanan massa tersebut dan saat tiba di dalam, Papa Yunna langsung mengerti penyebab keributan itu.

“Micky-ssi.” ucap Papa Yunna masam. Dijabatnya tangan pacar anaknya itu dan kedua temannya. “Atas kehormatan apa kami kedatangan tamu kehormatan seperti ini?”

“Maafkan kami, Pak. Kami tidak menyangka kedatangan kami akan membuat keadaan kacau seperti ini. Saya akan segera mengurusnya.”

Micky keluar bersama kedua temannya dan mereka berbicara pada para pengemarnya.
Kerumunan itu semakin membesar dan Micky bisa melihat beberapa mobil wartawan ikut maramaikan suasana.

“Micky-ssi, kalian mendukung Hannara?” tanya salah satu pengemar mereka.

“Iya, kami datang untuk memberikan suara kami pada mereka.”

“Kalau begitu kami juga akan mendukung Hannara.” seru pengemar itu yang langsung disetujui oleh yang lain.

Jack mengambil alih pembicaraan dan mulai menjelaskan bahwa mereka tidak boleh sembarang memilih, mereka harus mengerti apa visi dan misi partai yang mereka dukung.

“Jadi apa yang Jack lihat dari Hannara?” serobot seorang wartawan mengambil alih tanya jawab.

Jack tersenyum kharismatik, mengundang teriakan dari pengemar mereka.

“Hannara mendukung free trade dan pengembangan kreatifitas anak muda. Saya dan teman-teman saya menaruh harapan besar pada Hannara untuk terus mencetuskan undang-undang yang memihak rakyat.” Jack menutup pernyataannya dengan kedipan nakal.

Spontan anak-anak muda itu kembali berteriak heboh.

Jack terus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dengan lancar. Ia terddengar seperti ambasador Hannara sekarang. Micky dan Ben juga tidak luput dari rentetan wawancara dadakan tersebut.

Dalam sekejap, berbondong-bondong orang masuk ke kantor Hannara untuk meminta penjelasan lebih lengkap dari petugas Hannarra.

Melihat antusias mereka, Papa Yunna mengangguk-angguk mengerti. Rupanya pacar anaknya ini sedang menunjukan itikad baiknya dalam memacari Yunna. Siapa sangka artis idola memiliki daya promotor lebih besar dibanding orator terbaik miliknya.

Saat Micky masuk kembali ke dalam gedung, Papa Yunna memintanya untuk masuk ek dalam kantornya.

“Good luck, bro. Sekarang semua tergantung kamu.” dukung kedua teman Micky.

Kantor Papa Yunna merupakan kantor kecil di posisi terujung dari kantor Hannara. Didesign dengan sederhana dan lebih mementingkan fungsi.

“Anjo.” ucap Papa Yunna meminta Micky duduk di sofa yang langsung dituruti oleh Micky.

“Untuk mempersingkat pembicaraan kita, Micky-ssi. Bagaimana hubunganmu dengan uri Yunna? Anak itu tidak pernah membawamu pulang untuk diperkenalkan secara kekeluargaan. Membuat saya berpikir kalian hanya menikmati kebersamaan saja.”

Micky terpekur, dia harus menjawab apa. Tidak terpikir olehnya Papa Yunna akan menanyainya blak-blak. Tapi daripada membuat orang tua itu kesal menunggu, Micky menjawab dengan jujur. “Saat ini hubungan kami tidak bisa dibilang baik. Tapi saya berharap anda bisa membantuku merubahnya.”

Micky tidak memberi waktu untuk Papa Yunna menyelaknya. “Yunna menolak untuk kembali padaku sebab ia tidak ingin membuat anda kecewa. Oleh karena itu saya datang untuk menunjukan saya bersedia melakukan apapun yang dibutuhkan untuk mendapatkan restu anda.”

Papa Yunna memandangi Micky dalam kebisuan. Membuat suasana mencekap bagi Micky.

Micky rasa jantungnya pindah ke kaki dan ia tidak bisa bernafas dengan lancar. Menelan luadah saja sulitnya luar biasa. Seperti ada batu besar menganjal di sana.

Micky siap dimarahi oleh Papa Yunna. Dia tahu dia sudah lancang mendatangi kantor pemimpin parai itu. Sekaran Micky menyesal telah menyetujui rerncana Big ini.

Papa Yunna tidak akan mempertimbangkannya. Usahanya sia-sia dan Micky harus hidup seorang diri untuk sisa hidupnya. Karena Micky menolak untuk menghabiskan hidup miliknya dengan orang lain selain Yunna.

Dia akan tinggal seorang diri di Busan, di tepi pantai dan mayatnya baru akan ditemukan setelah sepuluh hari Micky meninggal.

Mimpi buruk Micky terpotong oleh derai tawa Papa Yunna.

“Anak muda, apa nama Koreamu?”

“Park Yoo chun.”

“Yoochunie, boleh saya memanggil kamu begitu? Saya tidak tahu harus menghajarmu karena sudah membuat hari Minggu saya terganggu atau harus memelukmu karena sudah membocorkan rahasia Uri Yunna.” Tawa kembali memenuhi ruangan itu. “Belakangan anak itu semakin sulit didekati, saya sampai harus meminta Big membuat laporan khusus hanya agar saya mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Yunna. Tapi kamu tahu sendiri dimana letak kesetiaan Big berada.”

Papa Yunna melipat kesepuluh jarinya dan menatap Micky dengan pandangan tak terbaca. “Lakukan satu hal untuk saya dan saya akan membuat anak bandel itu mendatangimu.”

Rahang Micky nyaris copot saking terkejutnya. Betul-betul deh, dua orang ini. Ayah sama anak sama saja. Suka sekali membuatnya melakukan perjanjian aneh. Kalau Micky tidak terlanjur basah berkata memohon bantuan Papa Yunna, micky akan keluar dari ruangan ini dan menata ulang strateginya.

“Jangan takut, saya hanya memintamu untuk membuat Yunna lebih sering pulang ke rumah. Saya rindu pada anak perempuan saya itu. Sejak dia bekerja, saya merasa lebih sulit bertemu dengannya dibanding presiden.”

Kalau tidak ingat Papa Yunna itu politikus dan Micky akan menganggap Papa Yunna hanya bicara secara liturary, bukannya sungguh-sungguh.

“Ajak Yunna datang ke rumah Minggu depan dan kita akan membicarakan permintaanmu lebih lanjut.” tutup Papa Yunna. “Saya akan menunggu kabar baik darimu, Yoochun-ah.”

Micky keluar dari kantor Papa Yunna dengan seribu satu perasaan yang tumpang tindih. Di satu sisi, ia bersyukur Papa Yunna hanya memintanya untuk membawa Yunna. Di sisi lain, Micky tidak punya ide bagaimana membuat Yunna bersedia melakukannya.

Bertemu dengan Micky saja Yunna tidak mau!

Micky menrengut rambutnya kesal. Sepertinya dia harus membaca ulang the art of war, Sun Tze. Micky memerlukan strategi jitu gemilang sekarang.

Published by @peachisgrey

I love read n write I love Korean and Japanese Some Chinese will always attract me And I mean everything Culture, people, music, places and even their language

One thought on “Damn, I love you – chapter 31

Leave a comment