Damn, I love you – Chapter 24

“Aku akan membuatmu berhenti mengurusiku.” jawab Yunna. Mendadak ia tidak merasa nyaman dengan rencananya itu. Mendadak ia tidak ingin kehilangan Micky.

“Aku tahu tapi kenapa kita perlu pergi sampai ke Jepang?”

‘Keiko perlu pengalihan. Dia mungkin tetap memasang topeng cerianya agar dua temanmu itu tidak khawatir tapi aku tahu dengan pasti Keiko hanya bersikap tegar.”

“Bagaimana denganmu, Yunna? Apa kamu sedang memakai topeng di hadapanku?”

Yunna mengendik bahunya, “Menurutmu?”

“Menurutku kamu sedang menghindar dariku. Kenapa Yunna-ya? Kamu takut padaku sekarang? Kamu takut aku marah karena kamu sudah mengunjungi Nenekku? Kamu takut aku marah karena tadi kamu berencana untuk mengendarai pesawat ini sendiri? Atau kamu hanya tidak ingin mengakui kalau kamu takut kehilangan aku?”

Yunna yang biasa pasti sudah mendengus dan membalas ucapan Micky dengan seriu satu alasan untuk membantah kebenaran itu. Tapi saat ini, ia terlalu takut dengan ketepatan Micky dalam membaca dirinya.

Bagaimana kalau ia betul-betul tidak akan bertemu dengan pria lain yang akan mengerti dirinya sebaik Micky? Bagaimana kalau ia harus menjalani sisa hidupnya dengan penyesalan?

“Kamu aneh hari ini, Yunna-ya. Apa kamu sakit?”

Micky tidak menunggu jawaban Yinna dan segera meletakan tangannya di dahi perempuan itu. Tidak panas. Yunna tidak sakit. Jadi kenapa perempuan ini mendadak kehilangan kemampuan bersilat lidahnya?

Mendadak Micky merasa ketakukan. Mendadak ia punya firasat sesuatu yang buruk akan terjadi dan ia tidak memiliki kemampuan untuk memperbaikinya.

Sementara Micky larut dalam kekhawatirnya, Yunna juga sibuk menyelami perasaannya sendiri.

Sejak kemarin Yunna kehilangan minat untuk melakukan penaklukan apa pun. Ia lelah menjadi gadis pintar dan licik. Ia lelah melawan arus seorang diri. Tapi Yunna masih berniat membuat Micky membencinya. Ia juga akan membuat putra Tante MyeongRan Dia membencinya. Seharusnya ia bisa menemukan satu saja kesamaan dari dua laki-laki ini. Sesuatu yang dibenci oleh mereka berdua.

Tapi sejauh ia mengingat data putra MyeongRan, Philip Lee Min Ho. Tidak ada sifat yang mirip.  Philip lulusan MIT jurusan landscape design. Berambut hitam, berbadan tegap dan murah senyum. Setidaknya dari foto, Philip ini terlihat ramah dan smart. Philip tidak suka olahraga berbahaya.

Dan Yunna sudah memutuskan untuk berspekulasi dalam hal tersebut. Yunna sungguh berharap, Philip akan takut padanya dan Yunna bisa segera menyingkirkan laki-laki itu. Dan Micky yang melihat betapa gilanya dia dalam menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya juga akan memandangnya rendah dan memutuskan untuk meninggalkannya.

Lalu Yunna bisa pulang ke Korea dan menjalani kehidupannya seperti semula. Kembali ke kehidupannya yang membosankan bersama Big.

“Aku akan membayar untuk mengetahui apa yang sedang kamu pikirkan, Yunna. Kamu terlalu diam hari ini. Kamu membuatku takut.”

“Kamu harus merasa takut Micky-ssi. Kamu harus merasa takut.”

Micky tahu ia sudah merasa takut, tapi ia tidak ingin mengakuinya apalagi menunjukannya. Jadi sekali lagi, ia mengunakan gurauan untuk mencairkan suasana.

“Aku lebih sudah kamu memanggilku, Yoochun-ah.”

“Micky-ssi. Micky-ssi.” ucap Yunna sambil mengoyangkan kepalanya persis penari India. Ia berterima kasih karena Micky memutuskan untuk mengubah arah pembicaraan. Yunna tidak yakin ia mampu menjaga kerahasiaan rencananya kalau Micky terus mendesaknya.

Yunna tahu dia akan selalu terpengaruhi oleh Micky. Lihat saja betapa cepatnya mood mereka berubah. Dari tegang menjadi santai seperti ini.

Melihat Yunna kembali merenung, Micky menangkap kepala Yunna dan menjedutkan kening mereka. Ia tidak ingin melihat Yunna menutup diri darinya. Ia akan terus bersikap konyol jika itu mampun membuat Yunna terus melihat kepadanya.

“Kenapa sih kamu lebih suka memanggilku Micky? Kamu tahukan itu cuma nama panggung.”

“Karena kamu, Micky and you’re so fine, you’re so fine. Hey, Micky.” nyanyi Yunna.

Micky puas ketika melihat Yunna tertawa terbahak-bahak ketika ia pura-pura memasang tampang cemberut.

“Damn, aku benci sekali lagu itu. Sejak aku mendengar Avril meluncurkan lagu Hey, Micky. Semua orang yang mengenalku pasti menyanyikan lagu itu untuk meledekku.”

“Yeah, you’re so fine, you’re so fine Hey. Micky.” ledek Yunna lagi dan ia kembali terbahak.

Wajah Micky mendadak berubah ceria, membuat Yunna bingung. Tidak berhenti sampai di situ, Micky juga mengacak rambut Yunna.

Yunna mengangkat lengannya dan menunjuk bulu kuduknya yang merinding. “Lihat, Micky.”

Gantian Micky yang tertawa, sepertinya biar Yunna tidak kebal pada rayuannya, reaksi perempuan itu tetap tidak biasa. Sepertinya usahanya untuk membuat Yunna jatuh cinta padanya masih panjang.

“Aku tidak akan bosan bersamamu.” ucap Micky kembali melancarkan serangannya.

Yunna tetap bersikap masa bodoh, ia mengulingkan matanya, “Rayuanmu tidak mempan.”

Tawa Micky kembali lepas, “Baiklah, baiklah. Aku tidak akan meneruskan acara merayu ini. Tapi beritahu pendapatku soal Keiko. Kamu setuju dia dengan siapa, Max atau Jack?” alih Micky.

“Siapa saja asal Keiko bahagia. Tapi kalau salah satu dari mereka membuat Keiko menangis.” Yunna mengertakan gigi, “Mereka akan menyesal sudah dilahirkan.”

Micky tersenyum melihat keseriusan Yunna. Ia tahu sejak lama kalau Yunna ini amat posesif jika sudah menyangkut apa yang menjadi miliknya. Micky juga ingin diperlakukan serupa.

“Maaf, aku membuatmu terkejut ya?” Yunna tertawa untuk menutupi keseriusannya tadi. “Kamu mulai membenciku sekarang?”

“Aku malah iri melihatnya. Kamu sayang banget sama Keiko.”

“Sayang tapi aku juga orang yang haus darah. Aku tidak akan tanggung-tanggung menyikasa mereka. Aku akan memastikan mereka menangis sambil berlutut di hadapanku kalau mereka membuat Keiko bersedih.”

“Kalau ada yang membaut aku sedih, kamu juga akan membuat mereka menangis?”

“Aku akan tertawa bersama mereka.” ucap Yunna dingin. Walau dalam hatinya ia berkata ia akan mengejar orang yang menyakiti Micky dan memenggal mereka dengan tangannya sendiri.

“Kamu berbohong.” ujar Micky setenang Yunna. “Aku bisa melihat kamu mencincang mereka dalam pikiranmu.”

“Sok tahu.” yunna tidak bisa menahan senyumnya. Lucu bagaimana Micky selalu tahu apa yang harus dikatakan untuk membuat Yunna tersenyum.

Pembicaraan mereka terhenti sejenak saat pramugari membagikan makan pagi. Micky memesan American breakfast sama dengan Yunna. Membuat Micky tersenyum.

“Jangan melantur.” Yunna tahu apa yang dipikirkan Micky dan ia tidak ingin memperdalam perasaan laki-laki itu padanya. “Pilihannya hanya ini atau Japanese breakfast. Aku tidak suka makan nasi di pagi hari.”

Pembelaan yang lemah tapi cukup masuk akal. Sayangnya tidak meyakinkan di kuping Micky. Sehingga ia makan sambil tersenyum-senyum. Membuat kesal Yunna.

“Boleh minta Sosisnya?” Ben menunjuk salah satu beef sosis di piring Yunna yang belum tersentuh.

Dengan senyum, Yunna menyodorkan piringnya pada Ben, membiarkan laki-laki itu memilih sendiri. Ia melirik Micky yang sedang mengeluhkan tindakan Ben.

“Tidak apa, Ben akan membayarnya kok. Tidak ada istilah gratis dalam hidupku.” tutur Yunna membuat Ben keselek, terbatuk-batuk.
Yunna bermurah hati dan menyodorkan botol evian miliknya pada Ben, tapi teman Micky itu malah memandangnya ngeri.

Mau tak mau Yunna tertawa ngakak, perutnya geli melihat betapa mudahnay memprovokasi laki-laki yang satu ini.

“Yunna bercanda, Ben. Dia tidak akan meminta kamu membayar hanya demi sosis atau air minum.” Micky mengambil botol tersebut dan menjejalkannya ke mulut Ben.

Tentu saja Ben tidak bisa berkutik diperlakukan semena-mena seperti itu, yang membuat Yunna semakin usil. Ia kembali berkata, “Oh, aku serius dengan ucapanku, dia harus membayar, Micky.” ia memasang wajah serius melihat Ben kembali keselek dan menunjukan wajah penuh teror. Oh, my, lucunya dia. “Tapi tenang saja, aku tidak akan memintamu melakukan sesuatu yang kelewatan hanya untuk 3 buah sosis.”

Wajah Ben berubah semakin pucat. Micky mengeleng-gelengkan kepala dan Yunna harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk tidak tertawa. Ia menepuk-nepuk dagu seraya berpikir. Tapi melihat Ben semakin tegang dan pucat, Yunna merasa kasihan padanya.

“Ben, aku tidak akan menagih hutangmu sekarang. Tetang saja. Aku janji tidak akan membuatmu melakukan hal-hal yang aneh.”

“Tidak bisakah aku membayar saja dengan uang?” tutur Ben lemas. Ia terlihat ingin memuntahkan kembali sosis yang dimakannya.

Untuk apa uang? Aku punya lebih dari cukup untuk diriku. Tapi sebanyak apapun yang aku punya, aku tidak akan bisa membeli kembali kepolosan. Pikir Yunna dalam hati. Ia ingin mengajarkan pada Ben bahwa Ben memiliki lebih darinya. Tapi melihat Micky yang memintanya untuk menghentikan candaannya, Yunna harus memadamkan keinginannya.

“Baiklah, kamu bisa membayarnya dengan uang. Tapi aku tidak mau menerima uangmu. Nanti saat kita tiba di Tokyo, ikut denganku ke Shibuya.”

“Yoochun-aaah, selamatkan aku.” raung Ben merenggek.

Micky menghela nafas, “Maaf Ben. Aku tidak mungkin bisa mengubah pendirian Yunna, tapi aku akan menemanimu.” padahal dalam hati Micky, di ingin tertawa melihat Ben yang tersiksa. Ia melirik Yunna yang masih mempertahankan raut wajah seriusnya. Tapi Micky tidak bisa dibohongi. Ia tahu perempuan itu ingin tertawa melihat kepolosan Ben.

Sepertinya Yunna merencanakan perjalanan ini untuk mengenal teman-temannya lebih baik. Atau kalau ia mau berpikiran jahat, Yunna ingin mengunakan teman-temannya untuk membuatnya membenci perempuan itu.

Apapun rencana Yunna, Micky akan terus bertahan. Ia akan membuktikan keseriusannya. Ia harus membuat Yunna percaya kalau ia memang mencintai Yunna, baik dan buruk.

“Kamu tidak marah, aku mengusili Ben?” tanya Yunna bingung.

“Ben itu kambing hitam di Fox-T. Aku dan Jack selalu mengusilinya.”

Bukan jawaban yang ingin didengar Yunna. “Oh, tapi kamu tahu aku tidak akan tanggung-tanggung mengerjai dia kan?”

“Do as you please my lady.” Micky tersenyum percaya diri. “Aku akan menghentikanmu kalau kamu kelewatan. Untuk catatan, aku tidak akan membencimu karenanya.”

Yunna mendengus, “You don’t know it yet, love.”

Micky tersenyum tipis mendengar sarkasme Yunna. Bukan sesuatu yang belum pernah ia dengar. Jadi ia mengacak rambut Yunna lagi. “Try harder.”

Yunna bangkit, “Minggir, aku mau ke toilet.”

Micky bangun dan membungkukan badan ala valet ainggris, disertai penghormatan ala kerajaannya, membuat Yunna mendengus kembali.

Saat Yunna masuk ke dalam toilet. Keiko sudah berdiri di samping bangku Micky, meminta laki-laki itu pindah agar mereka bisa berbicara.

“Kamu hebat juga.” ujar Keiko memuji daya tahan Micky.

“Terima kasih. Temanmu saja yang terlalu mudah ditebak.” ucap Micky merendahkan diri dan Keiko tertawa menddengarnya.

“Oh, you don’t know yet, Ky. Dia bisa melakukan seribu satu hal untuk memastikan rencananya berjalan lancar dan sadly, dia selalu berhasil.”

Micky berterima kasih untuk peringatan Keiko tapi Micky datang dengan persenjataan lengkap. “Kali ini Yunna tidak akan memang. Aku tidak dipanggil playboy tanpa alasan, Kei.”

Tawa Keiko kembali berderai, ia terkesan Micky mau mengakui dirinya bajingan, tapi cukup bajingankah Micky untuk menaklukan temannya? Yunna itu chamelion yang sudah berhasil memutar balikan kehidupan banyak orang.

“Ceritakan padaku mengenai mantan Yunna. Aku yakin dia pasti punya segudang.”

Pertanyaan yang agak mendadak menurut Keiko, tapi ia berhasil membuat dirinya tidak terlihat terkejut. Keiko mempertimbangkan sejenak, mungkin tidak ada salahnya jika ia bercerita sedikit pada Micky.

Bagaimana pun juga, Keiko lebih menyukai Micky. Keiko lebih menyukai Yunna yang sedang bersama Micky.

“Hanya ada 1 pacar. Big.”

Keiko yakin Micky terkejut mendengar jawabannya, tapi kejutan belum usai, teman.

“Mereka berpacaran sekitar setahun yang lalu. Hanya sebentar, sekitar 3 bulan. Abang Yunna menangkap basah mereka sedang kencan dan segera meminta mereka untuk putus. “

“Yunna menurut begitu saja?”

Keiko tertawa, “Menurutmu dia akan menurut?”

Micky mengeleng.

“Yunna menolak putus dengan cara yang ekstrim,Ky. Aku sempat berpikir aku akan kehilangan sahabatku itu saat Yunna memutuskan untuk kawin lari dengan Big. Untungnya Papa Yunna segera turun tangan. Berbicara dengan mereka dan aku tidak tahu apa yang dikatakan oleh Papa Yunna hingga Yunna berubah pikiran. Sesuatu yang menyangkut hidup Big, kurasa.”

“Maksudmu, Yunna memutuskan hubungan mereka karena ia ingin melindungi Big?”

“Rasanya seperti itu. Dan Yunna pasti berjanji sesuatu pada orang tuanya agar bisa mempertahankan posisi Big sebagai pengawalnya. Terus terang, Ky. Aku tidak pernah melihat dia tertawa sebanyak sejak saat itu. Makanya aku senang saat ia bersamamu.”

Micky tidak tahu ia harus merasa tersanjung atau khawatir mendengar penuturan Keiko. Ia memang sudah menduga ada sesuatu di antara Yunna dan pengawal raksasanya itu. Tapi mendengar langsung kisah mereka membuar perut Micky mulas. Kira-kira apa yang dijanjikan oleh Yunna pada orang tuanya. Apa nanti Yunna akan membelanya jika saatnya tiba?

Tidak, Micky tidak akan membiarkan Yunna menjual kepingan hatinya hanya untuk mendapatkan restu orang tua Yunna. Micky yang akan meyakinkan mereka.

“Beritahu aku, apa rencanamu dalam menyelamatkan Ben?” tanya Keiko membuyarkan lamunan Micky.

“Aku belum tahu apa yang akan Yunna lakukan di Shibuya, tapi aku akan beradaptasi.”

Keiko tersenyum mendengar kenekatan Micky. Pantas saja Yunna tidak bisa melepaskan diri dari Micky. Laki-laki ini punya elemen kejutan yang amat disukai sahabatnya. Tapi kejutan tidak cukup untuk meyakinkan dia kalau Micky sanggup menjaga Yunna dengan baik. Micky harus mampu beradaptasi dengan semua manuver Yunna.

“Kei, kira-kira dia merencanakan apa?”

“Hmm? Aku tidak akan membocorkannya padamu. Aku juga ingin lihat bagaimana reaksi Ben. Dia kan polos banget, barangkali saja dengan diusili Yunna, temanmu itu jadi lebih pandai membela diri.”

“Bukan soal itu. Aku yakin Yunna hanya ingin membuatku kesal dengan menggangunya. Aku bertanya soal keberangkatan kita ke Jepang.” wajah Micky berubah serius. “Aku tahu dia ada urusan bisnis di sini, tapi menurut Big, masalah itu bisa diselesaikan via telepon. Jadi kenapa Yunna bersikeras berangkat, di jam yang tidak wajar pula.”

“Masa kamu tidak tahu?”

“Bukan soal dia ingin membuatku marah, Kei. Kamu pasti sudah mendengar tentang taruhan kami kan?”

Keiko menangguk, dia memang sudah mendengar kalau Yunna akan membuat Micky berhenti mengejarnya. Ia setuju karena ia ingin melihat perkembangan mereka. Ia tidak pernah mendengar kalau Yunna ada agenda lainnya.

Jadi Keiko mengeleng, “Tidak ada yang belum pernah kudengar. Semua ini tentang kamu dan dia.” Keiko melihat Yunna sudah keluar dari toilet. “Jadi selamat berjuang.”

Keiko kembali ke kursinya dan melihat Yunna kembali mengoda Ben. Menakut-nakuti anak itu. Mau tak mau Keiko kembali tersenyum.

Sahabatnya itu perlu hiburan dan hiburan apa yang lebih baik daripada jalan-jalan bersama lima cowok ganteng dan berkepribadian aneh seperti anak-anak Fox-T ini.

Ia memutar badannya dan tatapannya bertubrukan dengan Jack. Keiko mengangguk kecil dan menatap Max yang sudah tertidur sebelum memalingkan wajah ke luar jendela.

Pintar sekali ia menasehati Micky tadi, padahal Keiko sendiri tidak bisa menentukan isi hatinya.

Published by @peachisgrey

I love read n write I love Korean and Japanese Some Chinese will always attract me And I mean everything Culture, people, music, places and even their language

Leave a comment